Jumat, 22 Oktober 2010

Pengertian Ilmu Tasawuf

Saat ini, kajian tentang ilmu Tasawuf sedang digemari oleh umat Islam di Indonesia, tetapi ada juga sebagian umat Islam yang mempertanyakan kebenaran ilmu tasawuf tersebut, sehingga kita sering menemukan ajang perdebatan yang tak kunjung selesai tentang masalah tersebut, termasuk juga di situs jejaring sosial semisal Facebook. Hal ini terjadi dikarenakan banyak umat Islam, yang sebenarnya kurang memahami secara teori apa itu ilmu tasawuf dan juga pengalaman yang dialami oleh para pengamal ilmu tasawuf. Untuk mengantarkan kita ke pembahasan Ilmu Tasawuf maka sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu tentang asal kata “Tasawuf” itu sendiri dan artinya menurut Bahasa atau Lugho.
Sampai saat ini para ahli berbeda pendapat mengenai asal usul kata “Tasawuf” tersebut. Pendapat-pendapat mereka dilandasi oleh argumentasi yang dapat diterima karena berdasarkan analisa yang mendalam serta bukti sejarah hikmah yang terkandung dalam kehidupan kaum sufi. Diantara pendapat itu adalah sebagai berikut :
Shifa atau Shafa atau Shaf yang berarti bersih atau suci karena orang-orang sufi dalam hidupnya bertujuan untuk membersihkan atau mensucikan rohaninya.
Shuf, yang berarti bulu atau kain yang dibuat dari bulu (wool). Karena para sufi sering memakai kain bulu kasar.
Suffah yang berarti satu kamar disamping Masjid Nabawy di Madinah yang disediakan untuk para sahabat Nabi, golongan Muhajirin yang digunakan untuk berkhalawat dan beruzlah dalam rangka bertaqarub kepada Allah.
Shaf yang berarti barisan di saat shalat berjamaah. Alasannya adalah karena orang-orang sufi selalu memilih shaf terdepan dan mereka mempunyai iman yang kuat dan jiwa yang bersih.
Shafwah yang berarti yang terpilih atau yang terbaik, alasannya karena orang-orang sufi merupakan orang-orang terpilih atau orang terbaik.
Shifah yang berarti sifat karena orang sufi lebih mengutamakan sifat yaitu mengutamakan menumbuhkan sifat-sifat terpuji daripada sifat tercela.
Shaufanah yang berarti sejenis tumbuhan yang banyak tumbuh di gurun pasir yang buahnya berbulu. Pengambilan kata ini karena orang-orang sufi banyak memakai pakaian berbulu dan mereka hidup dalam kegersangan fisik tetapi subur rohaninya.
Gelar yang diberikan kepada Haus bin Murr, seorang yang sangat saleh yang hidup di masa jahiliah. Haus bin Murr diberi gelar Shufah karena ia senantiasa beritikaf dan beribadah di sisi Ka’bah. Pengambilan kata ini karena orang-orang sufi selalu beribadat memuji dan memuja Tuhannya.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kata “Tasawuf” bukan berasal dari bahasa Arab tetapi berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Theosophi” kata Theosophi” terdiri dari dua kata yaitu “Theo” yang berarti Tuhan dan “Sophos” berarti Hikmah. Jadi Theosophi berarti Hikmah Ketuhanan. Hal ini dikarenakan ajaran Tasawuf banyak mengandung pelajaran hikmah-hikmah Ketuhanan yang mirip dengan ajaran dari golongan Neo Platonisme di Yunani.
Kesembilan kata dan arti kata “Tasawuf” tersebut dapat kita terima tetapi yang harus diingat bahwa di dalam perjalanan tasawuf sangat banyak ungkapan, kias dan simbol-simbol yang kita temui dan bila diterjemahkan ungkapan atau pendapat tentang asal kata dan arti tasawuf tersebut akan kita temui tingkatan sebagai berkut :
Pertama : untuk mencapai tingkat tertinggi dalam beribadah langsung kepada Allah SWT hendaknya dimulai dari kebersihan rohani, kesucian hati dari semua perbuatan dan sifat tercela seperti dengki, fitnah, benci, sombong, dan lain-lain. Tingkatan ini disebut tingkatan SHAFA, kemudian setelah mencapai derajat shifa atau bersih maka harus diisi dan ditumbuhkan sifat-sifat terpuji. Tingkatan ini dinamakan tingkat SHIFA.
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu Kitab Al-Qur’an dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kau kerjakan”. (QS Al Ankabut 29 : 45)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imran 3 : 104).
Kedua : kita menyadari bahwa asal usul kejadian jasad manusia berasal dari sari pati tanah, sari pati mani, darah, dan daging. Saatnya nanti akan kembali ke tempat yang kotor tanah. Demikian pula semua hewan yang berasal dari tanah, kalau mati kelak jasadnya akan kembali ke tanah. Demikian pula semua hewan yang berasal dari tanah, kalau mati kelak jasadnya akan kembali ke tanah. Oleh sebab itu kiasan bahwa jasad manusia biarlah sama dengan hewan atau domba (shuf) tetapi Roh harus tetap suci. Tingkatan ini dinamakan dengan tingkatan Qana’ah dimana seorang sufi harus mengutamakan kesucian rohani tanpa mengabaikan kesucian dan kepentingan jasmani.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS Al Qashash 28 : 77)
Ketiga : Bila mencontoh para Nabi dalam usahanya untuk menemui Tuhannya selalu dimulai dengan renungan suci, tafakur, tadzakur, atau meditasi. Mereka melakukannya di tempat terpisah dan menyendiri (shuffah). Demikian juga para sahabat melakukan uzlah atau khalawat dengan membuat suatu kamar yang kecil disamping masjid Nabawi dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah.

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang”. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari”. (QS Al Insaan 76 : 25 – 26)
Keempat : Mereka bershalat pada barisan terdepan (shaff) untuk menghadap Allah dalam arti sebenarnya. Ia berhubungan langsung tanpa wasilah dengan Allah. Dalam arti Allah bersamaku dan aku menyaksikan tiada yang lain selain Allah di Bait-Nya. Tingkatan ini dinamakan tingkatan Shaff yang terdepan dan orang-orang yang berada di shaff terdepan ini adalah orang-orang yang terpilih dan terbaik (shafwah) dan mereka akan mendapat petunjuk dari Allah yang berkaitan dengan hikmah-hikmah Ketuhanan (Theosophie).
Jadi kesucian hati dan rohani, kesederhanaan jasmani, menghilangkan sifat tercela, menumbuhkan sifat terpuji, kemudian mengadakan renungan suci adalah merupakan satu rangkaian perjalanan ke makam yang tertinggi (Al ’Ally). Memasuki pintu gerbang Baitullah kemudian terbuka hijab sehingga pandangan amat terangnya.

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. (QS Qaaf 50 : 22)
Saat itu mereka telah menyaksikan paling terdepan. Maksud kata “terdepan” adalah tidak ada lagi pembatasan, tidak ada lagi hijab atau tirai yang menghalangi antara dia dengan Tuhannya sehingga dia menjadi insan terbaik dan terpilih yang selalu mendapat hikmah-hikmah langsung dari Tuhannya.


(Written by : Kuswanto Abu Irsyad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar